taken by iamsyadh |
Sebenernya
udah lama banget pengen bikin postingan inih, tapi mengumpulkan niatnya yang
lama, ide dikepala apa yang mau ditulis udah dari lebaran, tapi ampe sekarang
baru di salurkan. Dan kapan ini bakal di post, yang jelas merangkai katanya
sampau lebih seminggu J.
Dan inilah yang di alami untuk para
penulis, what salah belom, okeh kita ganti dengan para blogger newbe *tunjuk
diri sendiri* . Kalimat apa yang cocok untuk pembuka untuk sebuah tulisan
?!@#$%^&*
Berawal dari
melihat kehidupan orang lain, merenungkannya sendiri dan bercermin, jika hal
itu yang terjadi kepada kita. Apa saja renungan itu???? Merenung, kini aku
adalah seorang istri, memutuskan untuk berhenti bekerja, namun berkeinginan
untuk memulai membuka usaha, masih sedikit kebranian untuk memulainya walau
kata orang “ kebanyakan mikir nggak kerja” yah itu benar.
Keseharian
hanya dirumah,TV, sosmed, membaca buku yang kadang jika mood dalam kondisi
bagus bisa terus tanpa henti, namun jika banyak kesibukan beres-beres rumah
cuma bisa baca waktu malam hari. Bosan juga hanya itu saja rutinitasnya, untuk
sekedar menghilangkan strees kadang pergi ke mall untuk sekedar numpang baca
buku di resto atau café. Mencari cara
bagaimana agar aku tetap produktif, hanya full of time housewife tapi
produktif. Akhirnya aku mulai meneruskan blogku yang sempat terbengkalai.
Dengan apa yang pernah aku baca, aku share ke public, bukan bermaksud agar
orang lain tahu bagaimana aku, hanya ingin bertukar pikiran atau membagi ilmu.
Ilmu yang baik adalah ilmu yang bermanfaat, bagaimana bisa bermanfaat bagi diri
kita juga, jika ilmu yang baru atau telah kita dapat tidak kita bagikan.
Menjadi penulis di blogger adalah salah satu usaha yang aku lakukan.
Ilmu dan
renungan diri kali ini adalah Peran seorang istri dalam Rumah Tangga.
Hemmm, apa
aku sedang mengajari orang lain??? In sha allah tidak, pernikahan ku masih
sangatlah muda, belom pantas jika aku menggurui. Hanya ingin berbagi pemikiran,
mungkin kita ada yang sama pemikiran, atau sedang dalam memikirkan hal yang
sama bahkan berbeda pendapat sekalipun.
Menjadi ibu
rumah tangga seutuhnya adalah impian beberapa orang, meski banayak juga yang
berfikir menjadi wanita karir. Hanya berangan-angan, menjadi wanita karir dan
ibu seutuhnya pastilah sulit, sangat sulit. Dari beberapa curhatan orang
sekitar, kerja jadi ngk focus kalo udah punya anak. Tapi ada juga yang
biasa-biasa aja karna anak dirumah ada babysitter, pekerjaan rumah ada asisten
rumah tangga lagi. Hemmm yang seperti ini yang bersyukur karna dapat
penghasilan lebih diatas rata-rata. Kalo
saya, kayaknya belom mampu, nabung bikin rumah masa depan dulu. Hehehe.
Sebelum nikah
dan setelah menikah, nenek udah ngasih wejangan
“ nduk, engko nek wis omah-omah wis tho orah
usah kerjo, ben bojone ae, nek omah ae ngrumat anak bojo, sing nrimo ae sak
piro kayane, wong nek rukun rejekine ki akeh, ojo ndangak ae, sing semeleh ”
( nak, nanti
kalo sudah berumah tangga udah ngk usah kerja aja, biar suaminya aja, dirumah
saja mengurus anak dan suami, menerima seperapun gaji suami, rumah tangga kalo
rukun itu banyak rejekinya, jangan selalu melihat keatas, meresa cukup
/Qona’ah).
Dan akhirnya
bener, aku memutuskan untuk tidak bekerja. Padahal sebelum menikah kita udah
berencana kalo aku boleh tetap kerja tanpa melupakan tugas utama sebagai
seorang istri. Namun, ada sedikit keprihatinan dan kekhawatiran, yaitu aku akan
melewatkan masa pertumbuhan anakku, sedikit waktu untuk bisa bertemu dan
bersantai dengan suami. Sabtu dan minggu, waktu yang jarang kosong bagi, suami
mengingat suami adalah freelance. Lalu kapan aku akan bertemu?? Selepas aku
pulang kantor. Standart waktu sampai rumah jam 6-7 malam. Dengan jam pulang
seperti itu, kapan aku untuk memasak, menyuapi makan anak, dan untukku sendiri
beristirahat?. Lalu saat weekdays saat suami tidak ada job apakah suamiku akan
dirumah dengan anakku dan babysitternya? atau anakku kutitipkan saja kepada
orang tuaku??. Dan pertanyaan pertanyaan itu semuanya bermunculan.
Jika semuanya
sibuk bekerja mengumpulkan uang, lalu siapa yang akan sibuk berdoa dirumah.
Siapa yang akan sibuk mengingatkan solat tepat waktu, jika satu sama lain
memliki tanggung jawab dikantor.
Keputusan
yang disayangkan juga, aku masih muda,masih produktif dan bisa terus mewujudkan
cita - cita. Saat masih dibangku kuliah impian serasa menggebu-gebu. Namun
setelah menikah semua pertanyaan muncul. Aku hidup untuk apa? Apa aku takut
akan rezeki ku hilang jika aku tidak bekerja? Lalu bagaimana impianku?.
Hal itu terus
saja muncul, ada sedikit rasa minder ketika bertemu teman, bahwa aku sudah
tidak bekerja, aku hanya dirumah sebagai seorang istri, saja. Untuk membunuh
rasa bosan, aku banyak membaca buku islami, memperbaiki ibadahku. Dan
pertanyaan-pertanyaanku mulai terjawabkan.
Kewajiban
seorang istri adalah berbakti kepada suaminya, surga istri ada pada suaminya.
Bekerja bukan kewajiban istri. Alangkah baiknya suami saja yang bekerja dan
istri mendoakan suami di rumah, menunggu ketika suami pulang, melayani
suaminya. Akan terasa berbeda memang apalagi dalam segi keuangan, karna hanya 1
kepala saja yang menjadi tulang punggung. Namun ingatlah! “ janji Allah pasti,
tak perlu takut akan rizekimu, jika kau percaya dengan ibadahmu dan janjimu
berbakti kepada suami in sha allah, rezeki lancar, amin “. Akupun harus sangat
“puasa” mata, hobi belanja barang yang ngk jelas, hobi nongkrong di mall, café,
resto yang ngk jelas harus segera dikurangi, karna aku sadar secara langsung
stop hanya akan menyulitkan prosesku sendiri.
Sedikit rasa
iri, pasti, dimana aku melihat temanku membeli tas mahal, aku tidak bisa. Dan kalau
difikir ulang, untuk siapa aku membeli tas mahal? Aku bukan sosialita yang
banyak jadwal pertemuan, pergi kepesta pernikahan orang juga ngk tiap hari, apa
dipakai kalo pergi ke mall aja??. Aku hanya ibu rumah tangga yang pergi keluar
kalo ke mall doang, bukan wanita karier yang sibuk meeting dengan beberapa
klien.
Melihat orang
lain bisa liburan ke luar kota atau luar negri juga ada rasa iri. Namun aku
yakin janji Allah itu pasti, bersyukur apa yang kita miliki. Karna kita juga
tidak tau orang yang membuat kita iri itu juga telah bersusah payah agar bisa
liburan. Dan bukan bermaksud untuk berburuk sangka, pasti kalian juga pernah
melihat sendiri, orang rela mengorbankan atau menyusahkan orang lain demi
kesengannya sendiri. Rela berhutang!. Subhanallah Nauzubillahiminzalik.
Jangan sampai hanya karna menuruti nafsu duniawi kita jadi lupa berkahnya.
Serem yah, kalo ngk berkah akan terbalas sendiri!.
“Jadikan sifat iri sebagai pemacu semangat
kita, bukan membunuh diri kita sendiri”
sebagai orang yang masih terus
memperbaiki ilmu dan ibadah, iri masih banyak meliputi jiwa manusiawiku. Tapi
in sha allah dengan aku terus yakin bahwa ibadahku bertambah baik, iri bukan
hal yang patut aku takutnya. Alangkah celakanya jika aku diliputi rasa iri
terus. Sebagai istri yang hanya dirumah, melihat tentangga bisa membeli barang
baru kita juga ikut membeli. Tentangga bisa beli mobil kita bingung sendiri,
terus merongrong kepada suami untuk ikut membeli mobil. Tentangga liburan ke
luar negeri, kita bingung sendiri hingga rela berhutang demi menyamai
tentangga. Begitu seterusnya tanpa ada habisnya jika rasa iri tidak kita
lawan. Ada firman Allah seperti ini yang artinya :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu
: jika kamu sekalian menginginkan kehidupan
dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu kesenangan dan
aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki
Allah dan Rasul-Nya serta di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah
menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar ”
(Qs. Al-Ahzab [33]:28-29)
Subhanallah, sangat
disayangkan sekali bukan, jika iri yang menjerumuskan kita dalam memenuhi nafsu
duniawi. Seharusnya kita harus iri terhadap orang yang beribadahnya rajin,
solatnya tidak pernah tertinggal, lidahnya tidak henti berzikir, rumahnya selalu
sejuk dengan suara lantunan al-Quran. Mashaallah, alangkah irinya aku jika hal
seperti itu ada pada tentanggaku.
Aku harus
bangga terhadap diriku sendiri, aku mampu melepas gelar Sarjanaku demi berbakti
kepada suami. Ingat! Jangan terlalu berbangga diri yah, karna allah membeci
orang yang telalu membanggakan diri sendiri. Banyak ibu diluar sana juga yang
berhenti bekerja, kok. Jadi aku patut bersyukur.
Jaman
sekarang yang gadget bukan barang mahal lagi, anak kecil 2 tahun aja udah bisa
mengoprasikan gadget. Bahkan yang masih bayi 6bulan saja udah diperkenalkan
dengan gadget. Jika tidak pas penggunaannnya dan salah cara mengenalkannya,
malah akan menjadi boomerang bagi diri kita sendiri. Setuju tidak?
Cara mendidik
anak ini juga factor utama bahwa, aku harus berhenti bekerja. Hal ini terjadi
sendiri dalam lingkunganku. Anaknya masih balita jika anaknya menangis, atau
saat ibunya sibuk, sang anak diberikan gadget dengan permainan didalamnya. Hal
ini terus dilakukan jika sang anak melakukan hal yang sama lagi. Dan suatu
ketika saat sang anak susah sekali diajak makan dan tidur siang, sang ibu
marah-marah karna sang anak sibuk dengan gadgetnya. Lalu kalo begini, harusnya
siapa yang lebih bijak, apa anak terus disalahkan??
Hal yang lain
lagi yang bahkan sering kita lihat sendiri di mall-mall. Kebanyakan terjadi di
tempat makan. Sang ibu sibuk dengan gadget dan rokoknya, sang anak sibuk mainan
dan makan dengan babysitternya. Ketika sang anak merengek tidak suka dengan
makannya, sang ibu hanya marah-marah, atau langsung saja menyodorkan gadget.
Atau sang ibu sibuk dengan teman-temannya dimall dan anak sibuk dengan
babysitternya. Jangan pernah salahkan anak jika anak lebih dekat dengan babysitternya.
Hal yang lain
lagi jika anak tidak langsung diasuh oleh ibunya sejak kecil ketika dia mulai
anak-anak dan sekolah di dasar, sudah mengenal banyak hal. Anak akan mulai
nakal, susah dinasehati, dan kita lebih memilih ringan tangan dan ringan mulut.
Ini sangat disayangkan bukan?. Yang aku takutkan adalah, jika kelak kita sudah
tua dan anak kita sibuk dengan kehidupan rumah tangganya juga kita akan diasuh
pula dengan oranglain, yang lebih
mengenaskan jika kita dititipkan ke panti jompo, Nauzubillahiminzalik
jangan sampai. Karna aku tidak mau hal itu terjadi maka jalan seperti inilah
yang aku ambil
“karna akan selalu ada yang dikorbankan
untuk sebuah harapan”
Dan dengan bismillah yakin
dengan Allah atas bakti kita terhadap suami dan keluarga, Allah akan
membalasnya dengan kebaikan pula, amin.
Karna aku
ingin, ketika anakku mulai tumbuh dewasa dan dia sudah mulai banyak
pertanyaan-pertanyaan hidup dalam dirinya, akulah yang pertama memberi jawaban.
Ketika dia bertanya tentang agamanya, akulah yang menjelaskan. ketika dia
bertanya tentang temannya, akulah tempat curahannya. Ketika dia bertanya dengan
semua yang menyakut kehidupan sehari hari, aku lah yang mencotohkannya. Dimana
aku ingin akulah sumber ilmu pertamanya, akulah jalannya menuntut ilmu. Itupun
tanpa melupakan pendiidkan sekolah formalnya. Jika orang tuanya sudah mampu
memberikan apa yang dia inginkan ( bukan dalam arti kehidupan materi )maka in
sha allah dia akan tetap teguh dijalan allah meski ketika besar kelak dia tidak
bersama kita lagi. Tak perlu ada kekhawatiran karna ilmu dan imannya sudah
dipupuk dari kecil.
0 komentar