Jahatnya Media Sosial

By Iamsyadh - 00:41:00

Era digital yang sangat pesan, informasi yang bisa didapat dengan mudah. Bak hitungan detik, berita yang baru muncul saja bisa langsung menyebar. Dalam hitungan menit, entah sudah berapa resend/reshare/forward/retweet sebuah informasi berita menyebar. Sangat mudah, benar-benar sangat mudah. Yang terkadang sulit dibedakan apakah itu berita benar atau berita bohong (HOAX). Kita bebas mencaci maki objek yang dijadikan tersangka dalam sebuah berita. Padahal kita tidak tahu kejadiannya, hanya baca sepintas. Orang dengan mudahnya mengumpat dan menyumpahi sang objek. Lalu dimana sifat kedewasaan kita ini? Apa kita ini korban dari kecanggihan teknologi?. Berita dan informasi memang tidak bisa mudah di filter, namun kita sebagai manusia bukankan sudah memiliki naluri filter? . Kalau kita belajar yang haq dan yang batil, kenapa kita tidak terapkan hal itu juga.
Kalau dibilang cinta itu buta, nampaknya memang benar. Jadi ketika suka terhadap sesuatu, kita hanya akan melihat yang baiknya saja, yang buruk tidak terlihat. Sebaliknya, jika kita membenci sesuatu, apapun itu kita akan membencinya.
Sebagai ibu-ibu, ada sedikit rasa takut dalam diri. Jika sekarang saja dunia informasi sudah “sejahat” ini, bagaimana dengan nanti? Mampukah saya sebagai ibu biasa ini mampu mengiringi anak-anak tumbuh dimana media informasi secepat ini.




Coba bayangkan, jika anak kita sudah mampu mengakses internet sendiri. Ketika kita mengatakan pada anak
“ kakak, itu tidak boleh. Umur kakak belom boleh melakukan hal itu”, lalu dia bertanya pada google. Dan langsung disampaikan kepada kita
“ ibu kata internet boleh kok, lihat nih bu”, menjelaskan dengan detail kepada kita, bahwa intinya kita salah.
Padahal sesungguhkan niat kita adalah menunda dulu, karna anak belum waktunya melakukan hal itu.
Teknologi tidak salah, namun cara-cara kita yang terkadang terbatas.




Kekuatan informasi yang bisa membuat citra seseorang baik atau buruk. Hanya dengan informasi, seseorang sudah mampu buat “label” terhadap orang lain.
Yang belakangan ini menghantuhi pikiran saya adalah sebuah “ image seorang artis”
Misalkan artis A yang selalu jadi sasaran Hater. Dan artis B yang selalu dipuja puja fans.
Jadi apapun yang dilakukan artis A akan selalu dihujat bahkan disumpah serapah. Hal baik apapun itu tidak akan diungkapkan. Jika pun si A melakukan hal baik yang sembunyi-bunyi dan ternyata ada Fansnya yang membuktikan dan mengatakan
“ tuh liat artis A gue yang loe hujat juga melakukan hal baik”.
Tapi apa yang terjadi? Apakah lantas hal itu membuat para haters diam?. Tidak, tidak sama sekali. Itu bahkan akan dijadikan bullying juga.
Begitu juga sebaliknya jika artis B yang tidak sengaja terlihat buruk, apa yang akan para fans ungkapkan. Akan ada kata “maklum” dan akan tetap disanjung sanjung
Jauh didalam lubuk hati saya, saya bertanya pada diri sendiri
“ lahh begini sekarang ahklak kita?” , “begini atittude kita?”
“Katanya kita sekolah diajarkan budi pekerti, diajarkan bahasa indonesia menggunakan kata-kata yang sopan, lalu kemana perginya semua itu?”
Semuanya akibat lingkungan bagaimana kita tumbuh, pondasi karakter yang sudah terbentuk dari kecil.
Apa dengan adanya kecanggihan teknologi orang menjadi pintar? Justru orang menjadi bodoh dan mudah dibodohi. Sayapun merasakan hal itu terjadi terhadapan diri sendiri. Yang terkadang bertanya terhadap diri sendiri “ harus ikut yang mana?”
Tidak ada yang bisa saya lakukan kecuali membatasi diri sendiri. Menahan diri sendiri.
Contoh hal kecil
Sebuah informasi politik ( ini yang sangat mudah untuk dipergunjingkan walau kita tidak mengerti politik ), walau saya “gatel” rasanya mau comment di wall facebook atau repost n write, saya urungkan niatnya . Karena itupun tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup saya.
Kalau ada yang bilang
“ loe ngk peka sama sekitar, ngak peduli sama bangsa dan negara”
Loh, peduli atau cinta sama negara apa harus ikut berdebat soal politik dikhalayak umum?
Dengan kamu tidak ikut bedebat sesungguhnya sudah mengurangi jumlah warga bangsa yang membuat kegaduhan. Jika kamu ingin berkontribusi dan menyampaikan pendapat ikutlah sebuah lembaga-lembaga sosial yang mampu mengantarkan ide, saran dan kritik. Tidak berdebat di wall facebook berjam-jam, padahal kita sendiri juga mencari informasi dari internet yang datanya sendiri belum pasti akurat. Itu semua sih, pendapat saya. Jadi ketika wall facebook saya muncul sebuah perdebatan ( bukan di status saya, biasanya di reshare) saya scroll saja, karena saya sendiri juga malas membacanya. Daripada saya ikutan stress.

sholallahu alaihi wa salam bersabda :
Saya menjamin rumah di surga bawah, bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar; dan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan berdusta, sekalipun untuk bercanda; serta rumah di surga atas bagi orang yang bagus akhlaknya (HR. Abu Dawud, dihasankan oleh Imam Al Albani). sumber

Jadi, biarpun sudah banyak yang membicarakan dan tulisan tentang “social media” saya pun juga mengutarakan dampak social media terhadap saya, dan khususnya “kecemasan seorang ibu muda”. Walau sudah banyak yang bilang “gunakan social media dengan bijak
 tapi belum banyak yang menggunakannya dengan bijak. Kalau ada meme


sumber

ya memang benar.
Social media tidak bisa dikontrol, hanya kitalah yang harus mengontrol diri sendiri, dalam ucapan kita di media social. Belum lagi sekarang sudah adanya UU ITE. Dan menurut saya pribadi ( maaf kalau salah, karena saya buta akan hukum) sekarang orang dengan mudah “memenjarakan orang karena perbuatan yang tidak menyenangkan di social media karena kata-kata yang mengandung sara, dan ujaran kebencian. Memang sih, kayak orang dibatasi untuk berpendapat, padahal maksudnya bukan penyampaian pendapatnya, tapi dari kata katanya. Ya kalau tidak di filter dengan adanya UUD ITE, orang bebas berkata apapun itu, bisa membuat “label” orang lain yang tidak bersalah menjadi salah. Sudah jelas ini sangat merugikan orang lain.
Terkadang saya berfikir " udahlah anak gue maenan gundu ama dakon ( congklak) aja, jangan kenal gadget", tapi pada kenyataannya tidak bisa begitu. Teknologi juga menentukan masa depan, dan semuanya adalah kembali ke masing-masing orang dalam menggunakan sosial media. Semua ada porsinya. Semoga dengan adanya sosial media hidup kita jadi lebih bermanfaat, memberikan kemudahan kita, sumber ilmu gratis. Semua itu bisa didapat jika kita menggunakannya dengan baik. Semoga kita tergolong dalam orang orang yang bijak dalam menngunakan sosial media.





 Amin




Salam

Penulis



  • Share:

You Might Also Like

0 komentar