Era digital yang sangat pesan, informasi
yang bisa didapat dengan mudah. Bak hitungan detik, berita yang baru muncul
saja bisa langsung menyebar. Dalam hitungan menit, entah sudah berapa resend/reshare/forward/retweet sebuah
informasi berita menyebar. Sangat mudah, benar-benar sangat mudah. Yang
terkadang sulit dibedakan apakah itu berita benar atau berita bohong (HOAX).
Kita bebas mencaci maki objek yang dijadikan tersangka dalam sebuah berita.
Padahal kita tidak tahu kejadiannya, hanya baca sepintas. Orang dengan mudahnya
mengumpat dan menyumpahi sang objek. Lalu dimana sifat kedewasaan kita ini? Apa
kita ini korban dari kecanggihan teknologi?. Berita dan informasi memang tidak
bisa mudah di filter, namun kita
sebagai manusia bukankan sudah memiliki naluri filter? . Kalau kita belajar yang haq dan yang batil, kenapa kita
tidak terapkan hal itu juga.
Kalau dibilang cinta itu buta, nampaknya
memang benar. Jadi ketika suka terhadap sesuatu, kita hanya akan melihat yang
baiknya saja, yang buruk tidak terlihat. Sebaliknya, jika kita membenci
sesuatu, apapun itu kita akan membencinya.
Sebagai ibu-ibu, ada sedikit rasa takut
dalam diri. Jika sekarang saja dunia informasi sudah “sejahat” ini, bagaimana
dengan nanti? Mampukah saya sebagai ibu biasa ini mampu mengiringi anak-anak
tumbuh dimana media informasi secepat ini.
Coba bayangkan, jika anak kita sudah mampu
mengakses internet sendiri. Ketika kita mengatakan pada anak
“
kakak, itu tidak boleh. Umur kakak belom boleh melakukan hal itu”, lalu dia
bertanya pada google. Dan langsung disampaikan kepada kita
“ ibu
kata internet boleh kok, lihat nih bu”, menjelaskan dengan detail kepada kita,
bahwa intinya kita salah.
Padahal sesungguhkan niat kita adalah
menunda dulu, karna anak belum waktunya melakukan hal itu.
Kekuatan informasi yang bisa membuat citra
seseorang baik atau buruk. Hanya dengan informasi, seseorang sudah mampu buat
“label” terhadap orang lain.
Yang belakangan ini menghantuhi pikiran
saya adalah sebuah “ image seorang artis”
Misalkan artis A yang selalu jadi sasaran
Hater. Dan artis B yang selalu dipuja puja fans.
Jadi apapun yang dilakukan artis A akan
selalu dihujat bahkan disumpah serapah. Hal baik apapun itu tidak akan
diungkapkan. Jika pun si A melakukan hal baik yang sembunyi-bunyi dan ternyata
ada Fansnya yang membuktikan dan mengatakan
“
tuh liat artis A gue yang loe hujat juga melakukan hal baik”.
Tapi apa yang terjadi? Apakah lantas hal itu membuat para
haters diam?. Tidak, tidak sama sekali. Itu bahkan akan dijadikan bullying
juga.
Begitu juga sebaliknya jika artis B yang
tidak sengaja terlihat buruk, apa yang akan para fans ungkapkan. Akan ada kata
“maklum” dan akan tetap disanjung sanjung
Jauh didalam lubuk hati saya, saya bertanya
pada diri sendiri
“
lahh begini sekarang ahklak kita?” , “begini atittude kita?”
“Katanya
kita sekolah diajarkan budi pekerti, diajarkan bahasa indonesia menggunakan
kata-kata yang sopan, lalu kemana perginya semua itu?”
Semuanya akibat lingkungan bagaimana kita tumbuh, pondasi
karakter yang sudah terbentuk dari kecil.
Apa dengan adanya kecanggihan teknologi
orang menjadi pintar? Justru orang menjadi bodoh dan mudah dibodohi. Sayapun
merasakan hal itu terjadi terhadapan diri sendiri. Yang terkadang bertanya
terhadap diri sendiri “ harus ikut yang mana?”
Tidak ada yang bisa saya lakukan kecuali
membatasi diri sendiri. Menahan diri sendiri.
Contoh hal kecil
Sebuah informasi politik ( ini yang sangat
mudah untuk dipergunjingkan walau kita tidak mengerti politik ), walau saya “gatel” rasanya mau
comment di wall facebook atau repost n write, saya urungkan niatnya . Karena
itupun tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup saya.
Kalau ada yang bilang
“ loe ngk peka sama sekitar, ngak peduli
sama bangsa dan negara”
Loh, peduli atau cinta sama negara apa harus
ikut berdebat soal politik dikhalayak umum?
Dengan kamu tidak ikut bedebat
sesungguhnya sudah mengurangi jumlah warga bangsa yang membuat kegaduhan. Jika
kamu ingin berkontribusi dan menyampaikan pendapat ikutlah sebuah lembaga-lembaga
sosial yang mampu mengantarkan ide, saran dan kritik. Tidak berdebat di wall
facebook berjam-jam, padahal kita sendiri juga mencari informasi dari internet
yang datanya sendiri belum pasti akurat. Itu semua sih, pendapat saya. Jadi ketika wall facebook saya muncul sebuah
perdebatan ( bukan di status saya, biasanya di reshare) saya scroll saja,
karena saya sendiri juga malas membacanya. Daripada saya ikutan stress.
sholallahu alaihi wa salam bersabda :
Saya menjamin rumah di surga bawah, bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar; dan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan berdusta, sekalipun untuk bercanda; serta rumah di surga atas bagi orang yang bagus akhlaknya (HR. Abu Dawud, dihasankan oleh Imam Al Albani). sumber
Jadi, biarpun sudah banyak yang
membicarakan dan tulisan tentang “social media” saya pun juga mengutarakan
dampak social media terhadap saya, dan khususnya “kecemasan seorang ibu muda”.
Walau sudah banyak yang bilang “gunakan social media dengan bijak
tapi belum banyak yang menggunakannya dengan bijak. Kalau ada meme
tapi belum banyak yang menggunakannya dengan bijak. Kalau ada meme
sumber |
ya memang benar.
Social media tidak bisa dikontrol, hanya
kitalah yang harus mengontrol diri sendiri, dalam ucapan kita di media social.
Belum lagi sekarang sudah adanya UU ITE. Dan menurut saya pribadi ( maaf kalau
salah, karena saya buta akan hukum) sekarang orang dengan mudah “memenjarakan
orang karena perbuatan yang tidak menyenangkan di social media karena kata-kata
yang mengandung sara, dan ujaran kebencian. Memang sih, kayak orang dibatasi untuk berpendapat, padahal maksudnya
bukan penyampaian pendapatnya, tapi dari kata katanya. Ya kalau tidak di filter
dengan adanya UUD ITE, orang bebas berkata apapun itu, bisa membuat “label”
orang lain yang tidak bersalah menjadi salah. Sudah jelas ini sangat merugikan
orang lain.
Terkadang saya berfikir " udahlah anak gue maenan gundu ama dakon ( congklak) aja, jangan kenal gadget", tapi pada kenyataannya tidak bisa begitu. Teknologi juga menentukan masa depan, dan semuanya adalah kembali ke masing-masing orang dalam menggunakan sosial media. Semua ada porsinya. Semoga dengan adanya sosial media hidup kita jadi lebih bermanfaat, memberikan kemudahan kita, sumber ilmu gratis. Semua itu bisa didapat jika kita menggunakannya dengan baik. Semoga kita tergolong dalam orang orang yang bijak dalam menngunakan sosial media.
Amin
Salam
Penulis
Terkadang saya berfikir " udahlah anak gue maenan gundu ama dakon ( congklak) aja, jangan kenal gadget", tapi pada kenyataannya tidak bisa begitu. Teknologi juga menentukan masa depan, dan semuanya adalah kembali ke masing-masing orang dalam menggunakan sosial media. Semua ada porsinya. Semoga dengan adanya sosial media hidup kita jadi lebih bermanfaat, memberikan kemudahan kita, sumber ilmu gratis. Semua itu bisa didapat jika kita menggunakannya dengan baik. Semoga kita tergolong dalam orang orang yang bijak dalam menngunakan sosial media.
Amin
Salam
Penulis
0 komentar